Apakah menyimpan BBM Untuk Kebutuhan Perusahaan, Perlu Izin?

Tags




Pertanyaan :

Apakah menyimpan BBM Untuk Kebutuhan Perusahaan, Perlu Izin?

Dear Tim HO, apakah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan, yang menggunakan BBM (solar) produksi/non subsidi yang di supply oleh PT. anu (500.000 s.d 1.000.000 liter perbulan), dan memiliki tempat penampungan, namun BBM tersebut hanya digunakan untuk keperluan operasional internal perusahaan saja juga harus mengajukan Izin Penyimpanan BBM ke Dirjen Minerba? Dan kebetulan di daerah operasional tersebut tidak ada Perda terkait hal izin penyimpanan BBM. Atas jawabannya disampaikan terima kasih. 

Jawaban :
Pasal 1 angka 20 UU 22/2001 memberikan apa yang dimaksud dengan izin usaha:
“Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.”
Kami memahami bahwa perusahaan Saudara bermaksud untuk membeli Bahan Bakar Minyak (“BBM”) Non Subsidi dan bermaksud untuk menyimpan/menampungnya di dalam fasilitas penyimpanan milik perusahaan Saudara. Hal yang ingin Saudara tanyakan adalah jika BBM yang akan disimpan tersebut hanya ditujukan untuk keperluan sendiri sebagai Kontraktor Pertambangan, apakah masih tetap diperlukan untuk mengajukan Izin Usaha Penyimpanan?
Mengenai pertanyaan ini pertama-tama dapat kita lihat ketentuan di dalam Pasal 1 angka 13 UU 22/2001 yang menyatakan:
“Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan,dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi”
Ketentuan ini kemudian dirinci atau dijelaskan lebih lanjut di dalam Pasal 12 huruf c PP36/2004 yang menyatakan:
“Kegiatan usaha penyimpanan yang meliputi kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau Hasil Olahan pada lokasi di atas dan/atau di bawah permukaan tanah dan/atau permukaan air untuk tujuan komersial
Hal yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah yang dimaksud dengan “untuk tujuan komersial”. Apakah untuk penggunaan dalam menjalankan usaha sebagai kontraktor pertambangan dapat dimaksud sebagai “tujuan komersial”. Penjelasan dari PP 36/2004 juga tidak memberikan penjelasan tersendiri mengenai definisi dari “tujuan komersial” ini.
Akan tetapi jika kita merujuk pada pengertian izin usaha dalam Pasal 1 angka 20 UU 22/2001, dapat dilihat bahwa izin usaha digunakan untuk kegiatan yang bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Ini berarti jika kegiatan penyimpanan BBM yang dilakukan oleh perusahaan Anda tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan, maka berdasarkan peraturan tersebut, tidak diperlukan izin usaha.
Selain itu, kami juga telah melakukan riset dan konfirmasi ke Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan riset dan konfirmasi kami, kami mendapatkan jawaban bahwa jika BBM yang akan disimpan hanya akan dilakukan untuk kepentingan kegiatan operasional usaha sendiri (termasuk sebagai kontraktor pertambangan) maka tidak diperlukan Izin Usaha Penyimpanan. Kami juga mendapatkan jawaban tentang apakah yang dimaksud dengan “tujuan komersial”. Ketentuan yang menyangkut “tujuan komersial” tersebut ditujukan dengan maksud agar Izin Usaha Penyimpanan tersebut diperlukan oleh badan usaha yang melakukan usaha menyediakan fasilitas penyimpanan untuk kepentingan pihak lain dengan mendapatkan margin atau keuntungan dari usaha penyediaan fasilitas penyimpanan tersebut.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama tujuan perusahaan Saudara menyimpan BBM itu hanya untuk kepentingan sendiri dalam mendukung kegiatan operasional sebagai kontraktor pertambangan, maka tidak dibutuhkan Izin Usaha Penyimpanan. Namun, perlu menjadi perhatian dimana jangan sampai nantinya fasilitas penyimpanan yang dimiliki perusahaan Saudara digunakan juga untuk menyimpan BBM milik perusahaan lain apalagi jika perusahaan Saudara juga kemudian menjual sebagian/seluruh BBM yang perusahaan Saudara tampung itu kepada pihak lain. Karena hal demikian dalam praktiknya sering terjadi, dan pelanggaran atas hal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur di dalam UU 22/2001.
Sebagai informasi, jika perusahaan Saudara melakukan kegiatan penyimpanan BBM untuk tujuan komersial tanpa memiliki izin usaha penyimpanan, maka perusahaan Saudara dapat terkena pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf c UU 22/2001:
Pasal 53 UU 22/2001:
Setiap orang yang melakukan:
a.    Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
b.    Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);
c.    Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
d.    Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).
Dasar Hukum:
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir dan Gas Bumi sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi
sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt527d9e692cbc3/simpan-bbm-untuk-kebutuhan-perusahaan--perlu-izin

Perizinan Migas Bisa Lewat Online, 5 Hari Rampung

Tags
Selasa 15 Aug 2017

Kementerian ESDM telah memangkas perizinan-perizinan kegiatan usaha migas. Total dari 42 perizinan yang ada, kini menciut jadi tinggal 6 perizinan saja. Penyederhanaan izin-izin di sektor migas ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perizinan Pada Kegiatan Usaha Migas.

Sampai tahun 2015, total ada 104 perizinan kegiatan usaha migas. Lalu tahun 2016 dipangkas menjadi 42 perizinan. Sekarang diciutkan lagi sehingga tersisa 6 perizinan saja. Kebijakan ini tentu memberi kemudahan bagi pelaku usaha migas.

Dari 6 jenis perizinan yang tersisa itu, 2 perizinan di sektor hulu migas dan 4 perizinan di hilir migas. Di hulu migas, hanya ada izin survei dan izin pemanfaatan data migas.


Sedangkan di hilir migas, sekarang cuma ada 4 izin, yaitu izin usaha pengolahan, izin usaha penyimpanan, izin usaha pengangkutan, izin usaha niaga.

"Sebelum 2015, Dirjen Migas itu mengeluarkan 104 perizinan, prosesnya di atas 50 hari. Kita melakukan usaha-usaha penyederhanaan, terakhir di Permen ESDM 29/2017 menjadi hanya 6 perizinan," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, Ego Syahrial, dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Berdasarkan SOP, perizinan harus diselesaikan dalam waktu 10-15 hari sejak persyaratan lengkap diterima Kementerian ESDM. Pengajuan 1 hari, kemudian evaluasi 7 hari, dan penerbitan izin oleh Menteri ESDM 2 hari.

Mulai akhir tahun ini, keenam izin itu dapat diajukan dengan secara online, pemohon izin tak perlu datang dan bertatap muka dengan pejabat Kementerian ESDM, juga tak perlu memakai jasa pihak ketiga alias calo untuk mengurus izin.

"Kita sudah mulai masuk ke perizinan online. Sekarang yang sudah online izin usaha pengangkutan migas. Lima lagi ditargetkan akhir tahun ini selesai," ujarnya.


Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Harya Adityawarman, menambahkan bahwa pengurusan izin migas akan makin cepat mulai 2018 karena semua sudah online.

Dengan sistem online, izin bisa diselesaikan dalam 4-5 hari, bukan 10-15 hari lagi. "Tentu dengan online jadi lebih cepat. Sepuluh hari kan maksimal, belum online semua. Kalau semua online, 4-5 hari bisa selesai," tutup Ego.


sumber https://finance.detik.com/energi/3601159/perizinan-migas-bisa-lewat-online-5-hari-rampung

Susi Ingin Subsidi Solar Bagi Nelayan Dicabut, Ini Penjelasannya

Tags
Jumat 25 Aug 2017


Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, sempat menyatakan akan meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menghapus subsidi solar untuk nelayan. Wacana ini sempat menuai protes dari nelayan lantaran dirasa tak sesuai dengan kemampuan nelayan saat ini.

Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja, mengatakan permintaan pencabutan subsidi solar tersebut bisa dilakukan setelah ketersediaan solar dipastikan bagi nelayan, khususnya yang berada di wilayah-wilayah terpencil, terluar dan terdepan Indonesia.

"Pada waktu itu ke Pertamina, Beliau menyampaikan, bahwa bagi nelayan, mereka sanggup membeli solar dengan harga mahal. Kenapa? Karena tidak ada solar. Di daerah-daerah terpencil, itu kan saking begitu tidak ada solarnya sehingga dia solar harga berapa pun dia sanggup membeli," katanya, saat wawancara khusus dengan detikFinance di kantornya, Jakarta, Kamis (24/8/2017).



 
Pasalnya, minimnya ketersediaan solar bagi nelayan justru membuat harga solar subsidi yang dibeli jauh lebih mahal dibanding yang tak disubsidi. Sehingga ketersediaan menjadi isu penting yang harus diselesaikan. Setelah pasokan aman, nelayan pun dirasa mampu membeli solar dengan harga non subsidi, menyusul hasil tangkapan yang kini melimpah di laut.

"Artinya, sebetulnya kuncinya bukan di harga, tapi ketersediaan. Jadi beliau (Menteri Kelautan dan Perikanan) minta supaya Pertamina mendahulukan ketersediaan dulu. Harga enggak ada masalah. Karena nelayan di daerah-daerah ujung itu biasa membeli dengan harga mahal. Daerah kita (nelayan) itu kan enggak ada yang daerah kota. Nelayan itu di ujung-ujung, di mana suplai solarnya sulit. Kadang ada, kadang enggak, cuaca buruk susah," jelas Sjarief.

"Jadi ketersediaan dulu, baru subsidinya enggak usah. Kalau sudah tersedia, baru subsidi bisa dipotong. Karena harganya dibandingkan dengan harga dia yang dulu. Dia bisa beli Solar sampai harga Rp 30 ribu per liter. Dengan non subsidi mungkin Rp 10 ribu-Rp 11 ribu," tukasnya. 



sumber : https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3614342/susi-ingin-subsidi-solar-bagi-nelayan-dicabut-ini-penjelasannya