Mulai Senin 4 Agustus 2014, secara serempak seluruh Indonesia, dilakukan pembatasan jam operasional penjualan solar di SPBU. Pembatasan dilakukan antara jam 8 pagi hingga jam 4 sore. Sebelumnya,pada tanggal 1 Agustus 2014, pembatasan penjualan solar dilakukan di SPBU di wilayah Jakarta Pusat. Menurut VP Comunication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir, ada 2000 SPBU dari 5000 SPBU di Indonesia yang akan dikenakan jam operasional penjulan solar.
Kebijakan pembatasan jam operasional penjualan solar tersebut menyusul surat dari Badan Pengahur Hilir Migas (BPH Migas) pada 24 Juli 2014 lalu juga menindaklanjuti kebijakan APBNP 2014. Dalam APBNP 2014, jumlah solar dikurangi dari 28 juta kilo liter menjadi 26 juta kiloliter. “Kehilangan 2 2 juta kilo liter bukanlah jumlah yang sedikit,” demikian ujar Ali dalam pertemuan dengan media (senin, 04/08).
Hanya saja, lanjut Ali, dalam surat yang dikirim BPH tersebut tidak dilengkapi petunjuk teknis. Hanya disebutkan akan ada kluster waktu operasional penjualan solar di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Bali. Pertamina, yang harus menyusun kluster tersebut. “ya kahirnya mulai akhir pekan kemarin sampai hari ini, kami menysun kluster SPBU mana saja yang harus dibatasi jam operasional penjualan solar. Nanti akan kami berikan hasil kajian kami ke BPH untuk disetujui,” ungkap Ali lagi.
Dari kajian penentuan kluster tersebut, Pertamina menntukan beberapa kebijakan mendasar, bahwa pembatasan jam operasional penjualan solar tidak berlaku bagi SPBU yang berada di jalur utama logistik, misalnya lintas Sumatera dan juga Pantura jalur selatan.
Sementara SPBU yang berada di di wilayah industri akan dikenakan jam operasional.Mislanya wilayah sekitar wilayah perkebunan, pertambangan kemudian juga di wilayah yang dekat dengan pelabuhan. Daerah dekat pelabuhan juga dipilih, sebab di seputar wilayah ini, potensi penyelewengan solar bersubsidi sering terjadi.
Menurut Ali, melaksanakan kebijakan jam operasional penjualan solar bersubsidi bukanlah hal mudah. Potensi konflik bisa saja terjadi. Karena itu, ia mengharapkan keterlibatan semua aparatur negara, seperti kepolisisn dan TNI dalam mengamankan program yang juga menjalankan amanat Undang-undang ini.
“Mumet (pusing) juga sih, tetapi karena Pertamina merupakan lembaga yang diberi amanat menyalurkan BBM bersubdisi, ya kita harus jalankan,” ujarnya lagi.
Selain itu, mulai hari ini juga kuota solar untuk nelayan juga akan dikurangi 20 persen. Kebijakan ini akan berkoordinasi dengan satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). SKPD yang merekomendasikan, mana nelayan yang memperoleh solar bersubsidi dan mana yang tidak. Ia menjelaskan, alokasi solar untuk nelayan sebesar 1,8 juta kilo liter. Sisa yang sudah terpakai sampai akhir tahun, akan dikurangi sebanyak 20 persen.
“Jadi kalau dalam semester 1 sudah terpakai 900 ribu, maka sisa 900 ribu, akan dipotong 20 persen,” demikian Ali mencontohkan.
Pertamina, lanjut Ali menyadari bahwa dengan pembatasan jam operasional, akan menimbulkan antrian panjang. Menurutnya, salah satu tujuan pembatasan jam operasional adalah memaksa orang atau kendaraan yang malas mengantri untuk berpindah mengisi solar yang subsidi. “Tujuannya menekan konsumsi yang non subsidi,” ungkapnya lagi.
Ketika ditanya seberapa efektif pembatasan jam operasional terhadap konsumsi solar bersubsidi, Ali mengatakan alan mencoba dalam 1-2 minggu hingga 1 bulan ke depan. Ia mengatakan sejak 1 Agustus hingga hari ini, belum terlihat efektif. Karena itu, akan dilihat sampai 1 bulan ke depan. Karena menurutnya, tidak semua orang yang mengisi solar di SPBU di Jakarta pusat akan otomatis beralih ke solar non Subsidi, bisa jadi akan pindah ke wilayah lain.
“itu manusiawi, kalau ada yang lebih murah, orang akan mencari yang lebih murah. Saya mau keliling di sekitar Jakarta Pusat untuk melihat seperti apa pola konsumsi masyarakat,” terangnya.
Tahapan selanjutnya dalam rangka menghemat BBM, mulai 6 Agustus 2014, tidak akan lagi menjual premium bersubsidi di jalan tol.ia mengtakan, jumlah SPBU di tol sejumlah 29 Ada 29 SPBU yang berada di jalan tol. 27 SPBU berada di wilayah region III yakni Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten kemudian 2 lagi berada di region V, Jawa Timur.
Ia menjelaskan, konsumsi premium masing-masing SPBU di tol berkisar antara 25 ribu liter hingga 30 robu liter setiap hari. Diharapkan, dengan penghentian penjulan ini, terjadi penghematan dengan beralihnya konsumen dari premium ke Pertamax. “Asumsinya, kalau mereka tidak membeli BBM sebelum masuk tol,” ujarnya sambil terkekeh.
Poin-poin tersebut, menurut Ali yang kini sedang dan akan dilaksanakan Pertamina sampai akhir tahun 2014 mendatang. Sekaligus akan melakukan evaluasi setelah 1 bulan pelaksanaan program ini.
Lebih jauh ia mengabarkan bahwa, sampai 31 Juli 2014, realisasi pemakian solar sudah mencapai 9,2 juta kilo liter. Sementara kuota yang diamantkan ke Pertamina Sebesar 15,13 juta kilo liter. Sisa 6 juta kilo liter lagi yang harus dikelola oleh Pertamina sampai akhir tahun.
Selama ini, konsumsi solar per hari sebesar 41-42 ribu kilo liter. Kalau yang tersisa 6 juta kilo liter, jumlah tersebut harus dibagi dalam 5 bulan ke depan sampai akhir tahun. ‘Artinya setiap hari sampai akhir tahun ini harus menurunkan konsumsi menjadi 28 ribu kl per hari dari 41 ribu setiap hari selama ini. Setidaknya sebanyak 12 ribu kilo liter yang harus di hemat setiap harinya,” terangnya.
Kebijakan ini, ungkap ali akan dilakukan sampai akhir tahun. Soal kelanjutan kebijakan ini seperti apa, akan diserahkan kepada BPH. Namun yang jelas, Pertamina, jika tidak ada sinyal apapun dari pemerintah, tidak akan menambah jumlah solar maupun premium. Sebab tidak ada dasar hukumnya. Sumber: http://www.tambang.co.id/detail_berita.php?category=18&newsnr=9775